Citeureup — Senin pagi (11/8/2025), Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, tidak hanya diselimuti udara segar. Ada kehangatan lain yang terasa—kehangatan kepedulian. Sejak matahari baru saja meninggi, sekelompok pemuda dengan seragam khas organisasi masing-masing sudah bersiap. Mereka bukan sekadar berkumpul, tapi bergerak dengan satu tujuan: mengantarkan kursi roda bagi warga penyandang disabilitas.
Aksi ini menyasar dua wilayah, Desa Karang Asem Timur dan Desa Tarikolot. Bantuan tidak hanya sekadar diserahkan di balai desa, tetapi diantar langsung ke rumah penerima. Setiap langkah kaki, setiap putaran roda kendaraan yang mereka bawa, memuat cerita tentang kepedulian lintas batas.
Di barisan terdepan ada Suhendra dari GP Ansor Citeureup, personel Banser Citeureup, dan Abdul Azis Al Gifari dari Pemuda KNPI Citeureup. Masing-masing membawa peran, tapi semua menyatu dalam misi yang sama.
“Kami ingin memastikan bantuan ini benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan, tanpa perantara, tanpa hambatan,” ujar Suhendra. “Bagi kami, ini bukan sekadar kursi roda. Ini tentang memastikan saudara-saudara kita memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak, untuk beraktivitas, untuk hidup lebih mandiri.”
Di Desa Karang Asem Timur, seorang penerima kursi roda tampak menahan haru. Matanya berkaca-kaca ketika alat bantu itu diletakkan di teras rumahnya. “Terima kasih… semoga semua yang membantu diberi kesehatan dan rezeki,” ucapnya lirih. Sementara itu, di Desa Tarikolot, seorang ibu memeluk erat anaknya yang kini memiliki sarana mobilitas baru. Senyumnya seperti menepis segala penat.
Bagi para pemuda ini, aksi sosial bukan hal baru. Namun, mereka sepakat bahwa setiap kegiatan memiliki kisah dan tantangan tersendiri. Mengantarkan bantuan langsung dari pintu ke pintu, melewati gang sempit hingga jalan berbatu, membuat mereka semakin sadar bahwa solidaritas tidak bisa hanya diucapkan—harus diwujudkan.
Tagline mereka sederhana tapi penuh makna: “Pemuda Peduli Lingkungan, Pemuda Peduli Sesama.” Dalam satu hari, slogan itu bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi nyata dalam bentuk aksi.
Citeureup hari itu bukan sekadar menyaksikan pembagian kursi roda, tetapi juga lahirnya harapan baru. Harapan bahwa di tengah kesibukan dan perbedaan, masih ada ruang luas untuk saling membantu. Bahwa tak ada yang berjalan sendirian di Citeureup—karena selalu ada tangan-tangan muda yang siap menuntun.