Bogor, 14 Oktober 2025.
Narasi negatif dan serangan verbal yang dialamatkan kepada pesantren belakangan ini kian meresahkan. Kondisi ini memicu respons keras dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Jawa Barat. Mereka menyayangkan sikap pasif dan diamnya sejumlah kalangan, terutama pihak yang selama ini lantang menyuarakan moderasi beragama, di tengah badai stigma terhadap lembaga pendidikan Islam tradisional tersebut.
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor Jawa Barat, H. Fahmi, menyebut kebisuan ini sebagai sinyal krisis keberpihakan terhadap pesantren yang secara historis terbukti menjadi pilar utama pembentuk karakter dan moral bangsa.
“Kami melihat ada upaya terencana untuk menstigma pesantren sebagai entitas yang tidak relevan dan ketinggalan zaman. Ini bukan kritik biasa, melainkan agenda untuk mendistorsi peran historis pesantren dalam kemerdekaan dan pembangunan bangsa,” tegas Fahmi saat ditemui di Garut.
Ironi Moderasi yang Bungkam
Fahmi secara spesifik mengkritik pihak-pihak yang dinilai menerapkan standar ganda. Ia mempertanyakan konsistensi kelompok yang selalu berwacana tentang toleransi namun tiba-tiba kehilangan suara ketika pesantren, yang merupakan praktik otentik dari Islam rahmatan lil alamin, diserang.
“Di mana suara mereka yang lantang bicara moderasi? Ketika pesantren dihakimi di ruang publik, banyak yang tiba-tiba memilih aman di balik kebisuan. Pola ini tragis, mengingatkan kita pada momen ketika Gus Dur berdiri sendiri membela nilai-nilai pluralisme di tengah tekanan politik,” cetusnya.
Ansor Kota Bogor: Menjaga Pesantren Adalah Menjaga Marwah Bangsa
Senada dengan Fahmi, Ketua GP Ansor Kota Bogor, H. Ahmad Irfan, menegaskan bahwa serangan naratif, baik di media sosial maupun wacana publik, tidak boleh dianggap remeh. Menurutnya, pesantren adalah benteng moral yang keberadaannya vital bagi integritas kebangsaan.
“Menyerang pesantren sama saja dengan menyerang akar kearifan bangsa. Kami menyerukan kepada seluruh elemen, termasuk pemerintah daerah, untuk tidak membiarkan stigma ini tumbuh menjadi kebencian sistematis terhadap lembaga pendidikan Islam,” ujar H. Ahmad Irfan.
Ia menegaskan, GP Ansor Kota Bogor tidak akan tinggal diam menghadapi arus narasi negatif tersebut. Ansor siap melakukan aksi konkret dengan memperkuat literasi digital, dakwah kebangsaan, dan edukasi publik untuk melawan disinformasi tentang pesantren.
“Jika moderasi hanya berhenti di tataran wacana, maka sejatinya kita sedang membiarkan kebencian dan narasi menyesatkan berkembang tanpa kontrol. Ansor bersama para santri siap berada di barisan terdepan membela martabat pesantren dan menegaskan kontribusi nyatanya bagi bangsa,” tutup H. Ahmad Irfan.
Seruan GP Ansor ini menjadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa bahwa keberanian moral harus lebih kuat daripada kepentingan politik. Publik kini menunggu langkah nyata pemerintah, aparat, dan lembaga keagamaan untuk melindungi pesantren sebagai pilar penjaga nilai kebangsaan.