Jakarta – Situasi keamanan dalam Suriah kembali memanas setelahnya bentrokan sengit antara pasukan keamanan serta milisi loyalis mantan Presiden Bashar al-Assad menewaskan sedikitnya 71 orang.
Otoritas baru Suriah pada Hari Jumat (7/3/2025) meluncurkan operasi keamanan besar-besaran untuk meredam ancaman dari kelompok yang mana masih setia terhadap Assad, belaka beberapa bulan pasca penggulingannya pada Desember 2024.
Menurut laporan dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), bentrokan yang dimaksud terbentuk di satu hari terakhir telah dilakukan menewaskan 35 anggota pasukan keamanan, 32 anggota kelompok bersenjata, dan juga empat warga sipil. Selain orang yang terluka jiwa, puluhan khalayak juga dilaporkan terluka juga beberapa jumlah lainnya ditangkap oleh kedua pihak yang digunakan bertikai.
Operasi keamanan skala besar direalisasikan sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman dari loyalis Assad. Otoritas baru Suriah menerapkan jam di malam hari ketat di provinsi pesisir Latakia, yang mana dikenal sebagai basis kekuasaan klan Assad kemudian miliki populasi besar dari komunitas Alawite, kelompok minoritas keagamaan yang tersebut juga berasal dari keluarga Assad.
Kebijakan mirip juga diberlakukan ke kota Homs, kemudian Tartus.
Aparat keamanan Suriah, dengan dukungan Kementerian Pertahanan, mengerahkan bala bantuan ke Latakia dan juga Tartus untuk menindak kelompok milisi yang terlibat di bentrokan bersenjata.
Kantor berita SANA melaporkan bahwa operasi ini bertujuan untuk “menyisir sisa-sisa milisi Assad lalu pihak-pihak yang tersebut mengupayakan mereka” dan juga mendesak warga sipil agar kekal berada ke rumah demi keselamatan mereka.
Serangan Terencana ke Latakia
Salah satu pejabat keamanan dalam Latakia, Mustafa Kneifati, mengungkapkan bahwa serangan yang tersebut terjadi baru-baru ini merupakan tindakan yang dimaksud “sudah direncanakan dengan matang” oleh kelompok-kelompok loyalis Assad.
“Mereka menyerang kedudukan kami kemudian pos pemeriksaan di dalam area Jableh, memiliki target berbagai patroli keamanan kami,” ujar Kneifati, dilansir AFP.
Ia menegaskan bahwa pasukan keamanan akan mengambil langkah tegas untuk menumpas kelompok tersebut.
“Kami akan memulihkan stabilitas pada wilayah ini juga melindungi hak juga properti warga kami,” tambahnya.
Selain aksi militer, otoritas keamanan Suriah juga sudah pernah menahan Ibrahim Huweija, orang jenderal yang dituduh terlibat di beratus-ratus aksi pembunuhan urusan politik selama pemerintahan Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad.
Penangkapannya menandai langkah signifikan pada upaya otoritas baru untuk menindak elemen-elemen lama yang mana masih berupaya mengguncang stabilitas negara.
Tantangan Besar Pasca-Penggulingan Assad
Pascakejatuhan Bashar al-Assad, tantangan terbesar bagi pemerintah baru Suriah adalah mengatasi ketertiban lalu menstabilkan negara yang tersebut sudah dilanda konflik saudara selama 13 tahun.
Pergolakan kebijakan pemerintah yang digunakan dipicu oleh pemberontakan terhadap Assad sudah meninggalkan jejak ketegangan mendalam antara beraneka faksi yang digunakan masih beroperasi di dalam di negeri.
Meskipun otoritas baru terus berupaya meningkatkan kekuatan kendali mereka, masih ada kelompok-kelompok yang dimaksud menolak legitimasi pemerintahan pada waktu ini serta berupaya memulihkan rezim lama.
Situasi ini memperumit upaya rekonstruksi Suriah juga menghambat tahapan rekonsiliasi nasional yang sangat dibutuhkan setelahnya lebih besar dari satu dekade konflik berkepanjangan.
Next Article Profil HTS, Pemberontak yang dimaksud Kuasai Suriah & Bikin Presiden Assad Lari
Artikel ini disadur dari Panas Perang Saudara Negara Arab, 71 Orang Tewas-Kondisi Mencekam