Negara Kaya Asia Terancam Krisis Paling Rendah Sejak 1997, Pengusaha Siaga

Negara Kaya Asia Terancam Krisis Paling Rendah Sejak 1997, Pengusaha Siaga

Jakarta – Sebagian besar perusahaan pada Korea Selatan (Korsel) sedang mengantisipasi krisis terburuk di dalam ‘Negeri Gingseng” sejak 1997.Mengutip Business Korea, pesimisme para pelaku bidang usaha yang dimaksud akibat sejumlah faktor.

Perang dagang, inflasi, lalu ketidakstabilan urusan politik pada negeri, menimbulkan ketidakpastian internal dan juga eksternal menyatu. Hal ini menghasilkan berkurangnya penanaman modal perusahaan serta semakin sejumlah seruan untuk menyegarkan status bidang usaha melalui reformasi regulasi yang tersebut proaktif.

Hal ini terlihat pada survei Federasi Pengusaha Korea (KEF) 6 Maret. Dari 508 perusahaan yang mana didata Januari, 96,9% tambahan menyatakan “krisis sektor ekonomi akan terbentuk tahun ini.”

Di antara responden, 22,8% takut bahwa krisis ekonomi tahun ini akan lebih besar parah daripada krisis valuta asing IMF tahun 1997. Namun, 74,1% percaya bahwa krisis yang mana signifikan akan terjadi, meskipun bukan sebesar tahun 1997.

“Hanya 3,1% yang mana tidaklah setuju dengan kegelisahan akan krisis sektor ekonomi tahun ini,” tulis laman itu, diambil Hari Sabtu (8/3/2025).

Indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi, mencapai level tertingginya pada lima tahun. Indikator utama sentimen ekonomi itu tercatat berada di dalam 365,14 pada Desember tahun lalu.

Ini menandai peningkatan 3,4 kali lipat dari Desember 2014, dengan puncak sebelumnya sebesar 538,18 berjalan pada Agustus 2019 selama sengketa perdagangan Korea-Jepang. Kenaikan indeks ini bermetamorfosis menjadi penggerak kekhawatiran, akibat kenaikan 10 poin biasanya mengakibatkan penurunan 8,7% pada penanaman modal sekitar enam bulan kemudian.

Memang, Statistik Korea melaporkan penurunan 14,2% pada penanaman modal pada Januari dibandingkan dengan Desember tahun lalu. Fakta ini menggarisbawahi dampak nyata dari ketidakpastian yang digunakan meningkat.

Sementara itu, Survei KEF juga menyoroti beberapa tantangan yang digunakan dihadapi perusahaan. Termasuk beban upah akibat perluasan cakupan upah biasa (38,4%), peraturan keselamatan seperti Undang-Undang Hukuman Kecelakaan Berat (28,3%), serta peraturan jam kerja seperti 52 jam kerja seminggu (22,8%).

Selain itu, 34,5% perusahaan memperkirakan lingkungan peraturan perusahaan akan memburuk tahun ini. Sementara 57,4% meyakini lingkungan yang disebutkan tidak ada akan berubah, juga belaka 8,1% yang mana mengantisipasi perbaikan.

Kepala Inisiatif Pertumbuhan Berkelanjutan (SGI) Kamar Dagang lalu Industri Korea, Park Yang-soo, menekankan perlunya tindakan legislatif untuk menurunkan tantangan ini. “Kita wajib segera mengesahkan undang-undang seperti Undang-Undang Khusus Semikonduktor untuk menawan pembangunan ekonomi jangka panjang yang dimaksud stabil dari perusahaan,” ungkapnya.

Laporan SGI, berjudul “Dampak Ketidakpastian Kebijakan Kondisi Keuangan terhadap Penanaman Modal dan juga Implikasinya” menganalisis lebih tinggi lanjut situasi tersebut. Di mana laporan memproyeksikan penurunan signifikan pada pembangunan ekonomi pada paruh pertama tahun ini, dengan kemungkinan kontraksi yang mana berkelanjutan hingga ketidakpastian teratasi.

Next Article Badai Salju Menarik Hantam Korsel, 4 Tewas-Penerbangan Ditunda

Artikel ini disadur dari Negara Kaya Asia Terancam Krisis Terburuk Sejak 1997, Pengusaha Siaga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *